Jumat, 27 Juli 2012

Menata Ruang kerja di Rumah

Punya aktivitas bekerja? Tentu bagi kita orang dewasa. Mengharapkan punya aktivitas bekerja yang sesuai keinginan, akan membuat kita bangga juga dapat melakukannya secara optimal.  So, buat pilihan bekerja anda sesuai passion yang kita bentuk.

Nah, untuk ruang kerja juga perlu di perhatikan. Tidak semua ruang kerja hanya ada di bangunan besar atau kantor-kantor besar, tetapi hadir di rumah hunian pula. Rumah yang memberi fasilitas ruang kerja terkadang tidak selalu tampil formal seperti kantor pada umumnya. Atau bahkan harus jadi satu ruang dengan ruang tidur atau berbagi ruang lain di rumah anda?  But, it’s no problem.  

Hanya bagaimana anda mengkombinasi dan menata interior dan furniture yang anda pilih akan menghasilkan sesuatu yang “wah”. Kreatif kunci untuk satu ini. Memaksimalkan lahan kecil yang hanya kita punya. Coba beberapa gambar ini, semoga memberi inspirasi untuk menata ruang kerja anda.











Minggu, 22 Juli 2012

Dapur Idaman: Interior dan Furniture Tepat

Dapur merupakan part rumah yang tidak boleh di abaikan. Karena hampir sebagian aktivitas rutin harian di ruang ini. Jadi, tentu kenyamanan juga harus dihadirkan selama beraktivitas.


Kemudahan dalam beraktivitas menjadi pilihan interior dan furniture, selain dari menyesuaikan tema atau konsep rumah tinggal. Pilihan harus tepat dalam memadukan untuk urusan ini. Sehingga ini seharusnya memang di serahkan designer yang capable untuk ini semua. Berbisnis jasa ini tentu juga lahan yang menjanjikan, karena hampir tentunya setiap hunian ingin memiliki dapur idaman.

Memilih warna juga bentuk furniture hal tak mudah, karena juga harus mengikuti selera penghuni. Perlu memberikan beberapa alternatif tema apa yang akan diterapkan. Paduan wall juga floor tentu harus main dalam konsep pula. So, jika kamu inginkan dapur idaman silahkan berkonsultasi kepada sang pakar.

Jumat, 20 Juli 2012

Edukasi Bisnis: Edukatif Berbisnis


Jika merasa pendidikan yang kita enyam kurang memadai, apa lantas kita stagnan? Toh, ketika kita stagnan yang dirugikan bukan perusahaan besar atau kampus yang menyediakan menu pendidikan itu, tapi kita sendiri. Dunia yang senantiasa dinamis akan ilmu teknologi, ilmu pendidikan pun juga tidak selalu harus monoton dengan apa yang di ajar pada masa lampau, bukan? 

Pendidikan akan membuka paksa kita akan memilih ranah enterpreneurship (wirausaha) tetapi tak sedikit fakta tidak seindah idealisme yang ada. Arahan yang memberikan fasilitas ke sana sangat minim. Dalam artikel kompas.com, ditulis sebagai berikut: 
Praksis pendidikan, lewat kurikulum, sistem dan penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif, dan membebaskan. Tidak hanya praksis pendidikan yang link and match (tanggem), yang lulusannya siap memasuki lapangan kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan kerja.

Panelis Agus Bastian menangkap gejala yang berkebalikan di lingkungan terdekatnya, Kota Yogyakarta. Di satu sisi bermunculan banyak entrepreneur muda yang kreatif. Mereka jeli menangkap peluang menjawab kebutuhan komunitas kampus. Misalnya bisnis refil tinta, merakit komputer, jual beli buku, cuci kiloan, melukis sepatu—sebelumnya tentu saja yang sudah lama melukis kaus—sama seperti rekan-rekan mereka di kota lain, seperti Bandung.
Sebaliknya, pada saat yang sama, rekan-rekan mereka berebut tempat meraih kursi pegawai negeri. Ribuan anak muda terdidik berdesakan antre mendaftar, mengikuti ujian saringan, bahkan ada yang perlu merogoh kocek ratusan ribu untuk pelicin.

Saya pikir pemaparan Pak Syarief tidak ada salahnya untuk di hiraukan. Ini dia, Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan menuturkan, persentase jumlah pengusaha saat ini baru 1,56 persen dari total penduduk Indonesia. "Menurut teori, suatu negara dapat maju kalau minimal punya entrepreuner dua persen," katanya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat 8 Juni 2012.

Dia mengklaim, persentase jumlah pengusaha terus meningkat setiap tahun. Namun, jumlah tersebut tidak sebanding dengan nagara-negara maju. "Amerika saja sekitar 12 persen, Jepang 10 persen, Singapura tujuh persen. Kita masih jauh," tambah Syarief.

Dari segi kualitas, Syarief juga mengaku belum maksimal. Sebab, wirausaha baru tumbuh di Indonesia. Karena belum maksimal, tidak bisa jadi pendorong utama perekonomian nasional.
 

Sehingga alasan CEE menjadi ada karena hal itu. Mengembangkan mindset di dalam dunia pendidikan teknik sipil dan arsitektur yang aplikatif, juga dinamis sebagai upaya dominan meningkatkan output yang  ahli dan handal serta berjiwa bisnis.